Kata ”cerdas” menurut Goleman mengandung dua arti, pertama cerdas pikiran dan kedua cerdas emosional. Cerdas pikiran dimaksudkan adalah pikiran pada suatu model pemahaman yang lazimnya kita sadari dengan karakter bijaksana, mampu bertindak hati-hati dan merefleksi. Sedangkan cerdas secara emosional dimaksudkan adalah pikiran emosional yang merupakan satu sistem pemahaman yang impulsif dan berpengaruh besar, terkadang tidak logis. Kedua pikiran tersebut, pikiran emosional dan pikiran rasional bekerja dalam keselarasan, saling melengkapi dalam mencapai pemahaman walaupun dengan cara-cara yang amat berbeda, dan berfungsi secara bersama mengarahkan kita menjalani kehidupan duniawi. Namun apabila kecerdasan emosi mengalahkan kecerdasan rasio, hal ini dapat mengakibatkan kita mempunyai kecenderungan tragis.
Menurut Joseph Le Doux dalam Goleman (2006:23-25) sumber emosi adalah peran amigdala dalam otak emosional. Dalam hal ini menempatkan amigdala sebagai pusat tindakan. Amigdala mampu berperan sebagai pusat semua nafsu, penguasa emosi dan kabel pemicu syaraf. Apabila terkena rangsangan amigdala akan memerintahkan tubuh untuk bereaksi sebelum neokorteks memahami sepenuhnya apa yang terjadi. Hal ini oleh Goleman disebut dengan adanya pembajakkan emosi. Jeanne Segal (2000:26) menyatakan bahwa dalam evolusi emosi hadir lebih dulu di dalam batang otak primitive manusia sebelum bagian berpikir otak. Pusat-pusat emosi di dalam otak terus berevolusi bersama dengan neokorteks, dan kini teranyam di dalam seluruh bagian otak. Pesan-pesan yang dikirim oleh indra-indra (mata, telinga) mula-mula tercatat oleh struktur otak yang paling terlibat dalam memori emosi yaitu amigdala sebelum masuk ke dalam neokorteks.
Hal tersebut berarti kecerdasan emosional sesungguhnya membantu pikiran rasional (akal, intelektual). Secara psikologis ketika pusat-pusat emosional kita terluka, kecerdasan keseluruhan (emosional dan intelektual) mengalami konsleting. Adanya konsleting ini mengakibatkan akal kehilangan mitra emosionalnya yang penting. Jika otak emosional tidak berfungsi maka akan terjadi pembajakkan emosi dan fungsi otak tidak optimal. Fungsi akal/intelektual dan emosi/hati sebenarnya tidak terpisah.
Apabila terjadi pembajakkan emosi kecenderungan tragis dapat terjadi. Seseorang yang tidak dapat mengendalikan emosi sendiri sekalipun cerdas secara intelektual dapat berakibat fatal bagi hidup dan kehidupannya bahkan kehidupan orang lain. Agar hal tersebut tidak terjadi maka pendidikan kecerdasan emosional sangat diperlukan.
Emosi dan akal adalah dua bagian dari satu keseluruhan. Emotional intelegence menggambarkan kecerdasan hati dan Intelectual Intelegence menggambarkan kecerdasan akal/otak. Kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional adalah sumber-sumber daya sinergis tanpa yang satu yang lain menjadi tidak sempurna dan tidak efektif. Cerdas intelektual tanpa cerdas emosional, kita dapat meraih nilai A dalam ujian tetapi akan membuat tidak berhasil dalam kehidupan. Wilayah kecerdasan emosional adalah hubungan pribadi dan antar pribadi, kecerdasan emosional bertanggung jawab atas harga diri, kesadaran diri, kepekaan sosial, dan kemampuan adaptasi sosial pribadi (Segal:2000: 27) Sejumlah teoritikus mengelompokan emosi dalam beberapa golongan. Golongan tersebut adalah:
1. Amarah: beringas, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, terganggu, berang, tersinggung, bermusuhan tindak kekerasan dan kebencian pathologis.
2. Kesedihan: pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri sendiri, kesepian, ditolak, putus asa dan kalau menjadi patologis depresi berat.
3. Rasa takut: cemas, takut, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali, waspada, tidak senang, ngeri, kecut, sebagai patologi fobia dan panik.
4. Kenikmatan: gembira, bahagia, ringan, puas, riang, senang, terhibur, bangga, kenikmatan inderawi, takjub, rasa terpesona, rasa terpenuhi, kegirangan luar biasa, senang sekali dan batas ujungnya adalah mania.
5. Cinta: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran dan kasih.
6. Terkejut: terkesiap, takjub, terpana.
7. Jengkel: hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, mau muntah.
8. Malu: rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, hina, aib, dan hati hancur lebur. Penggolongan ini tidak menyelesaikan setiap pertanyaan bagaimana mengelompokan emosi seperti halnya dengan perasaan yang campur aduk, variasi marah yang mengandung sedih dan takut.
Menurut Goleman (2006:404-405) terdapat lima kecerdasan emisonal, yakni:
1. Mengenali Emosi Diri
Kesadaran mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Mengenali emosi diri merupakan dasar kecerdasan emosional. Orang-orang yang memiliki keyakinan lebih tentang perasaanya adalah pilot yang andal bagi mereka, karena mereka memiliki kepekaan lebih terhadap perasaan yang sesungguhnya atas pengambilan keputusan-keputusan masalah pribadi.
2. Mengelola Emosi
Menangani perasaan agar dapat terungkap secara tepat. Kecakapan ini tergantung pada kemampuan mengenali emosi diri. Termasuk dalam kecakapan ini adalah bagaimana menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan, ketersinggungan dan akibat-akibat yang timbul karena gagalnya keterampilan emosional dasar ini. Orang-orang yang tidak cakap dalam keterampilan ini akan terus-menerus melawan perasaan murung, sementara mereka yang pintar dalam keterampilan ini dapat bangkit kembali dengan jauh lebih cepat dari kemerosotan dan keruntuhan dalam kehidupan.
3. Memanfaatkan emosi secara produktif
Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat pentingkaitannya dengan perhatian, memotivasi diri sendiri, menguasai diri sendiri dan untuk berkreasi. Mengendalikan emosi diri meliputi menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati adalah landasan keberhasilan dalam berbagai bidang. Disamping itu mampu menyesuaikan diri dalam flow (hanyut dalam pekerjaan) memungkinkan terwujudnya kinerja yang tinggi dalam segala bidang. Orang yang memiliki ketrampilan ini jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan.
4. Mengenali Emosi Orang lain dan Empati
Empati merupakan kemampuan yang juga bergantung kepada kesadaran diri emosional. Empati merupakan keterampilan bergaul yang mendasar. Orang yang empatik jauh lebih mampu menangkap sinyal sosial yang tersebunyi, yang mengisyaratkan apa yang dibutuhkan atau dikehendaki orang lain.
5. Membina Hubungan
Sebagian besar seni membina hubungan merupakan keterampilan mengelola emosi orang lain. Keterampilan sosial ini menunjang popularitas kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi. Orang yang hebat dalam keterampilan ini akan sukses dalam bidang apapun yang mengandalkan pergaulan dengan orang lain.
Gambaran penerapan kecerdasan emosional antara lain dalam hubungan laki-laki dan perempuan. Antara laki-laki dan perempuan memiliki keterampilan yang berbeda dalam kecerdasan emosional sebagai akibat dari pendidikan emosi yang berbeda padamasa kanak-kanak. Perempuan lebih mahir membaca sinyal emosi, baik verbal maupun non verbal, mahir mengungkapkan dan mengkomunikasikan perasaan-perasannya. Sementara pria lebih terampil untuk meredam emosi yang berlaitan dengan perasaanrentan, salah, takut dan sakit. Pada tingkatan looding (emosi) yang meluap laki-laki akan lebih banyak diam, yang berarti mengurangi reaksi saraf otonomnya. Sebaliknya perempuan akan lebih banyak bicara dan akan semakin meningkat saat reaksi saraf otonomnya apabila melihat pasanganya diam atau tidak merespon kemarahannya.
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/mami%20hajaroh/KECERDASAN%20EMOSIONAl%20dalam%20PAI.pdf